Minggu, 22 Maret 2009

Ajarkan aku tentang "mengasihi' nak...

Istriku berkata kepada ku yang sedang baca koran, "Berapa lama lagi kamu
baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang
untuk makan."

ku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu-satunya, namanya Sindu
tampak ketakutan, air matanya banjir. Di depannya ada semangkuk nasi berisi
nasi susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice).

Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun.
Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno,
mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada "cooling effect".

ku mengambil mangkok dan berkata, "Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu
makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan
teriak-teriak sama ayah." ku bisa merasakan istriku cemberut dibelakang
punggungku.

Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya dan berkata,
"Boleh ayah. Akan saya makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok, tapi
semuanya akan saya habiskan, tapi saya akan minta..." agak ragu-ragu
sejenak, "Akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah
mau berjanji memenuhi permintaan saya?"

ku menjawab, "Oh pasti sayang".

Sindu tanya sekali lagi, "Betul nih ayah?" "Yah pasti.." sambil menggenggam
tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sebagai tanda setuju.

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan
Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, "Janji" kata istriku.

ku sedikit khawatir dan berkata, "Sindu jangan minta komputer atau
barang-barang lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang."

Sindu menjawab, "Jangan khawatir, Sindu tidak minta barang-barang mahal
kok."

Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia
bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu.

Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan
sesuatu yang tidak disukainya.

Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh
harap. Dan semua perhatian (ku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya.
Ternyata Sindu mau kepalanya digunduli/dibotaki pada hari Minggu.

Istriku spontan berkata, "Permintaan gila, anak perempuan dibotaki, tidak
mungkin!" Juga ibuku menggerutu, "Jangan terjadi dalam keluarga kita, dia
terlalu banyak nonton TV. Dan program-program TV itu sudah merusak
kebudayaan kita."

Aku coba membujuk, "Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua
akan sedih melihatmu botak."

Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, "Tidak ada 'yah, tak ada keinginan
lain," kata Sindu.

ku coba memohon kepada Sindu, "Tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk
mengerti perasaan kami."

Sindu dengan menangis berkata, "Ayah sudah melihat bagaimana menderitanya
saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi
permintaan saya kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah sendiri?


Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi
janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra
(raja India jaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya rela memberikan
tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri."

Sekarang ku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, "Janji kita harus
ditepati."

Secara serentak istri dan ibuku berkata, "Apakah ku sudah gila?"

"Tidak," jawabku, "Kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah
belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri."

"Sindu permintaanmu akan kami penuhi."

Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.
Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak
berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum ku
membalas lambaian tangannya.

Tiba-tiba seorang anak laki-laki keluar dari mobil sambil berteriak, "Sindu
tolong tunggu saya."

Yang mengejutkanku ternyata kepala anak laki-laki itu botak. ku berpikir
mungkin "botak" model jaman sekarang.

Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata,
"Anak anda, Sindu, benar-benar hebat. Anak laki-laki yang jalan bersama-sama
dia sekarang, Harish adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia."

Wanita itu berhenti sejenak, menangis tersedu-sedu, "Bulan lalu Harish tidak
masuk sekolah, karena pengobatan chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi
dia tidak mau pergi kesekolah takut diejek/dihina oleh teman-teman
sekelasnya. Nah, Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak
saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul-betul
tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk
anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak
perempuan yang berhati mulia."

ku berdiri terpaku dan ku menangis. Malaikat kecilku tolong ajarkanku
tentang kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar