Sabtu, 21 Maret 2009

Sabar Menghadapi Kesulitan

Dalam al-Qur’an, Allah menggambarkan Dirinya sendiri sebagai berikut:

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.” (Q.s. al-Mulk: 2).

Dia menyuruh manusia memperhatikan fakta bahwa kehidupan dunia ini adalah saat ujian. Memang, peristiwa-peristiwa yang keli¬hatannya baik atau tidak baik dalam kehi¬dupan ini penting dalam menyingkap watak aslinya seseorang. Bencana, secara khusus, akan menyingkap derajat keikhlasan sese¬orang.
Salah satu kualitas paling mencolok dari orang-orang beriman ialah karakter mereka yang stabil. Baik di saat sejahtera atau susah, mere¬ka memperlihatkan semangat dan keikhlasan yang sama. Ini timbul dari persepsi yang unik tentang konsep “kesulitan”, karena mereka menganggap saat-saat sulit sebagai kesempatan untuk membuktikan ketaatan kepada Allah dan kekuatan imannya. Mereka mengakui bahwa saat-saat sulit adalah situasi khusus yang diciptakan oleh Allah untuk membedakan antara “mere¬ka yang dalam hatinya ada penyakit” dan “mereka yang tulus ikhlas dalam beriman kepada-Nya.” Dalam menghadapi apa pun, mereka menampakkan ketegaran dan berta¬wakal kepada Allah sesuai perintah-Nya:

“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik” (Q.s. al-Ma‘arij: 5).

Al-Qur’an juga menyatakan:

“Allah tidak membebani seseorang melain¬kan sesuai dengan kesanggupannya. Ia men¬dapat pahala dari kebajikan yang diusaha¬kannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya.” (Q.s. al-Baqarah: 286).

Orang beriman merasa aman dan nyaman karena tahu bahwa Allah tidak membebani mereka melebihi apa yang dapat mereka tang¬gung. Dalam menghadapi kesusahan, mereka ingat bahwa ini adalah kejadian yang akan dapat mereka atasi, dan karena itu mereka menghadapinya dengan sabar. Maka, tak peduli betapapun berat penderitaan, mere¬ka berusaha untuk menunjukkan sikap ber¬serah diri kepada Allah.
Di samping itu, mereka tahu bahwa pen¬deritaan-penderitaan telah menimpa orang-orang beriman di masa lalu, dan bahwa cobaan yang dihadapi orang di masa lalu akan mereka hadapi juga. Seseorang beriman sadar akan fakta ini, siap sejak lama sebelum dia benar-benar menghadapi kesulitan; dia telah ber¬tekad bahwa dia akan tetap setia kepada Tuhan¬¬nya, dan dengan demikian, bertekad untuk menunjukkan kesabaran dan tawakal kepada Allah dalam keadaan apa pun.

“Dan sesunguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah dahulu bahwa mereka tidak akan berbalik ke belakang. Dan adalah perjanjian dengan Allah akan dimin¬ta pertanggungjawabannya.” (Q.s. al-Ahzab: 15).

Seorang beriman memenuhi janjinya kepada Allah. Dia menghadapi kelaparan, kemiskinan, ketakutan, cedera atau kematian dengan teguh, menerimanya dan memper¬li¬hatkan sikap bersyukur kepada Tuhannya. Bahkan jika berbagai kesulitan menimpanya terus menerus dan seluruh hidupnya dijalani dalam kesulitan, dia tahu bahwa ketika mene¬rima kesulitan dalam kehi¬dup¬an ini (yang hanya berlangsung puluhan tahun) dengan kesabaran, maka kelak dia tidak akan meng¬alami kesulit¬an dalam kehidupan abadi — tidak sede¬tik ¬pun. Perilakunya yang teguh, dengan izin Allah, akan memberikan kepada¬nya karunia yang indah: kesenangan dan rah¬mat Allah dan surga-Nya. Kabar gembira ini disampaikan dalam al-Qur’an:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kela¬paran, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.s. al-Baqarah: 155).

Ada hal terakhir yang harus diingat. Cara orang-orang beriman menghadapi kesulitan dengan kesabaran berbeda dari pemahaman orang jahiliah tentang kesabaran, yang sekadar pasrah. Namun, pemahaman orang beriman, bukan hanya “pasrah” tetapi meng¬hadapi masalah dan berusaha menyelesaikan dan mengatasinya. Karena itu, orang beriman berusaha secara maksimal mencari solusi dengan menggunakan akal budinya dan semua sarana material dan fisiknya. Sambil melakukan itu semua, mereka berdoa kepada Allah agar memberi mereka kekuatan:

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rah¬mati¬lah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (Q.s. al-Baqarah: 286).

Sungguh, sikap dalam menghadapi kesu¬litan inilah — usaha sungguh-sungguh dan sikap menerima — yang menunjukkan gairah sejati. Kekuatan iman mereka kepada Allah dan akhirat memungkinkan orang beriman untuk berjuang keras menghadapi kesulitan-kesulitan tanpa pernah merasa lemah-hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar